Kamis, 27 November 2014

Perasaanmu Pemuda, Dewasalah !

Pertama ku tulis huruf di awal kalimat ini.. aku sudah meminta maaf kepada orang yang pernah ku sakiti  .
Hidup memang bertujuan dan mengombak dalam setiap alunan salah dan benar .
Lucu, monolog orang yg galau itu tak lebih dari hal yang mencemaskan tapi tetap dia suka merasakannya , akupun kadang begitu, tapi aku sadari .
Kejam, tak terperi dan miris membuat orang tersakiti padahal hidup itu penuh kedamaian .
Cinta, hmm..sejuta rasanya hingga manusia pun juga tak dapat menghitung perasaannya ke Tuhannya hingga lalai .
Konteks Perasaan, itulah yang mewakili karakter pemuda sekarang !
Hey, jangan termehek-mehek, ayo bangkit, yang berani, kamu itu hebat !
Memang, bicara masalah perasaan itu hanya membuat orang bahagia, terkagum, sedih, sakit, dan LALAI ! Tapi Masa Depan mu itu lho..
Untuk kalian yang memang punya perasaan, mbug sekali2 ingatlah sama Tuhan dalam berbuat. wong Dia kok yang Maha Menentukan, Masih Percaya ?
Epilogku.. Tentukan Nasibmu sebelum Nasib Menentukanmu !

Aku, Kamu, Dia, Mereka, Kalian.. bagaimana kalau bersahabat ?? Mau ??
Indahnya kalau orang berlaku budiman seperti itu.. ^.^
tapi lebih banyak orang mengatakan. . Mau ga jadi Pacarku ??  =.='
Hehe, minta voting nih.. bagus pacaran atau bersahabat ?
Orang bebal menjawab : emm..ga peduli aku, terserahlah sama takdirku, enjoy aja .
Orang romantis : Pacaran donk.. kan dengan berpacaran kita jadi sahabat . (healah..alasan)
Orang dewasa : Bersahabatlah.. habis itu no comment .(sama aja)
nah ini..
Orang Bijaksana : Hakikat kita itu bersahabat.. dan itu mutlak ! Siapapun kamu ! Ga ada kamus "pacar", ga ada kamus "teman", pokoknya sahabat ! Masalah perasaan itu tergantung kamunya gimana? kamu baik yha tau waktu, jangan sekarang, jangan pacaran ! kamu tidak baik, aku menjauh dan cari aja yang lebih jauh !
haha.. kalau menurutku itu nasihatnya orang yang sekolah filsafat dan garis lingkaran.. Muter2 !

Ini dia sederhananya..
Hidup dan berperasaan adalah satu kesatuan yang baik apabila disatukan atau dipadukan dengan tuntunan Tuhan, karena Halal dan Haram hanya Tuhanlah yang menentukan Dan kitalah manusia hanya sebagai bentuk Penaatan (Satuan kata dari Muhammad dan Mario Teguh)

Jangan Mikir terlalu Kompleks, Yang Konkrit aja !
#ending..
Disini, aku adalah remaja yang melihat dan merasakan pergolakan perasaan pada jaman sekarang..
Komentarku, yha..sangat hancur, bobrok, linglung, tak ada tujuan versus berprestasi, berakhlaq, berkomitmen dan punya cita-cita yang pasti . ^_^ .
Sungguh.. perasaan bangsa ini disajikan dengan menu yang bermacam-macam dan menu pokoknya adalah Gado-Gado .
Ada yang pedas, asin, gurih, renyah tapi ada juga lho yang gak bisa dirasakan !
Untuk sahabatku, hidupmu matimu.. dan  banyak orang yang memikirkan bagaimana hidup baik namun tidak memikirkan bagaimana mati dengan baik !
A Certainty  (kepastian), Tentukan dari Sekarang !
Jalanilah hidupmu dan Jangan Diam, Bergerak dan Menggerakkan !
Karena air yang diam itu akan keruh dan berpenyakit,
Jadilah kau seperti Air Jernih yang terus mengalir dan mengaliri !


Writer : Kedewasaan itu bukan berapa tuanya umur Anda namun ini adalah bagaimana Anda dan Pengendalian Diri . .





Pahala dan Cinta

Seorang balita tampak memperhatikan ibunya yang masih sibuk di dapur. Tangannya begitu cekatan mempermainkan alat-alat dapur untuk disusun rapi. Sesekali, sang ibu kembali sibuk mengaduk-aduk masakan yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.
Sang balita tak tahu persis, sejak kapan bunda tercintanya itu terbangun dari tidur. Yang ia tahu, ketika terbangun, ibunya sudah mondar-mandir di dapur. Padahal, baru tiga jam yang lalu, ia masih ingat betul bagaimana ibunya telah direpotkan dengan ompol dan buang air besar sang adik di TKP, alias tempat tidur.
“Mbok Iyem masih di kampung, ya, Ma?” ucap sang balita ke ibunya.
Sang ibu hanya menoleh dengan senyum, kemudian mengangguk pelan. “Kamu kangen, ya?” ucap sang ibu agak membungkuk.
“Aku cuma heran, Ma. Kok, kerja Mama sama Mbok Iyem beda sih?” tanya sang balita serius.
“Iya beda, sayang. Mbok Iyem kerja di sini karena ada gaji dan kewajiban mengurus rumah kita,” ucap sang ibu singkat.
“Kalau Mama, karena apa?” tanya sang balita lagi.
”Cinta!” jawab sang ibu sambil mengecup pipi balitanya.
Dalam tafsiran yang lebih khusus, tidak sedikit dari kita yang ’berkerja’ dalam ibadah kepada Yang Maha Pencipta, Pemberi rezeki, dan Penguasa alam raya; hanya sebatas pada kewajiban seorang hamba kepada Khaliqnya. Di situlah ada harapan mendapatkan balasan berupa gaji yang bernama pahala.
Walaupun masih tergolong wajar, tapi itu akan menggiring sang hamba pada hitung-hitungan antara kewajiban dan pahala. Seolah, kepuasan dari menunaikan kewajiban adalah berlimpahnya pahala. Persis seperti seorang pembantu yang rajin dan malasnya sangat bergantung pada gaji dari majikan.
Tidakkah sang hamba menekuri lebih dalam bahwa nilai surga yang dijanjikan tidak akan sebanding dengan seberapa pun banyaknya pahala seseorang. Yang Maha Sayang semata-mata memasukkan hambaNya ke surga karena limpahan cintaNya kepada hamba-hambaNya yang juga beramal karena cinta. Persis seperti seorang ibu yang melakoni lautan kewajiban dengan samudera cinta.

Issued by : Muh Yusron Surahman

Seharusnya Berbahagialah Menjadi ‘Gula




Tak ada yang lebih gusar melebihi makhluk Allah yang bernama gula pasir. Pemanis alami dari olahan tumbuhan tebu ini membandingkan dirinya dengan makhluk sejenisnya yang bernama sirop.

Masalahnya sederhana. Gula pasir merasa kalau selama ini dirinya tidak dihargai manusia. Dimanfaatkan, tapi dilupakan begitu saja. Walau ia sudah mengorbankan diri untuk memaniskan teh panas, tapi manusia tidak menyebut-nyebut dirinya dalam campuran teh dan gula itu. Manusia cuma menyebut, “Ini teh manis.” Bukan teh gula. Apalagi teh gula pasir.

Begitu pun ketika gula pasir dicampur dengan kopi panas. Tak ada yang mengatakan campuran itu dengan ‘kopi gula pasir’. Melainkan, kopi manis. Hal yang sama ia alami ketika dirinya dicampur berbagai adonan kue dan roti.

Gula pasir merasa kalau dirinya cuma dibutuhkan, tapi kemudian dilupakan. Ia cuma disebut manakala manusia butuh. Setelah itu, tak ada penghargaan sedikit pun. Tak ada yang menghargai pengorbanannya, kesetiaannya, dan perannya yang begitu besar sehingga sesuatu menjadi manis. Berbeda sekali dengan sirop.

Dari segi eksistensi, sirop tidak hilang ketika bercampur. Warnanya masih terlihat. Manusia pun mengatakan, “Ini es sirop.” Bukan es manis. Bahkan tidak jarang sebutan diikuti dengan jatidiri yang lebih lengkap, “Es sirop mangga, es sirop lemon, kokopandan, ” dan seterusnya.
Gula pasir pun akhirnya bilang ke sirop, “Andai aku seperti kamu.”
**
Sosok gula pasir dan sirop merupakan pelajaran tersendiri buat mereka yang giat berbuat banyak untuk umat. Sadar atau tidak, kadang ada keinginan untuk diakui, dihargai, bahkan disebut-sebut namanya sebagai yang paling berjasa. Persis seperti yang disuarakan gula pasir.
Kalau saja gula pasir paham bahwa sebuah kebaikan kian bermutu ketika tetap tersembunyi. Kalau saja gula pasir sadar bahwa setinggi apa pun sirop dihargai, toh asalnya juga dari gula pasir. Kalau saja para pegiat kebaikan memahami kekeliruan gula pasir, tidak akan ada ungkapan, “Andai aku seperti sirop!”

Issued by : Muh Yusron Surahman

Sudah terbit di Majalah Al Qolam, Hal. 69 Edisi 14 Shafar 1436 H/Desember 2014 M


Pacet - Surga Mini di Lereng Gunung Arjuna

Hanya selama dua hari, namun berteman alam dan hikmah. Outbond Figure yang diadakan oleh Dewan Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Darussalam Gontor ini diadakan di area Outbond Pacet, Mojokerto. Berjumlahkan peserta sekitar 60-an mahasiswa dari semester 1, 3 dan 5 ditambah dengan panitia 15 orang yang sudah selesai S1 dan semester 7. Area Outbond yang diadakan di lereng Gunung Arjuna ini sangat alami, bersahabat dan identik dengan alam Indonesia yang masih natural. Pohon pinus pun menjulang tinggi seperti kokoh menahan tanah yang ada di lereng tersebut menambah suasana teduh dan dingin di sekitar area perkemahan.




                Berangkat dari bumi Darul Ma’rifat di Kediri pada hari Jum’at pukul 05.30 WIB menuju ke bumi perkemahan Pacet  memakan waktu kurang lebih 4 jam. Sesampainya di sana, kami dikumpulkan oleh panitia untuk apel dilanjutkan dengan sarapan pagi ala santri dan pembagian kelompok menjadi 7 regu. Iyel-iyel dan kerjasama kelompok, itulah yang diinstruksikan panitia ketika pertama kali sehingga membuat suasana semakin riuh dan ramai saat masing-masing regu menunjukkan unjuk giginya diantara mereka.
Dimulai dengan acara pemanasan yaitu Joget Asyik dimana setiap peserta disuruh untuk membuat lingkaran dan berjoget ria lalu membentuk kode barisan ketika musik berhenti, sangat mengesankan sampai tak tersadar bahwa waktu menunjukkan pukul 11 siang persiapan sholat Jumat. Dengan dipimpin oleh Al Ustadz Amir Mahmud dan khatib oleh Al Ustadz Ulil, sholat jumat kali ini sangat unik, yaitu di alam terbuka dengan naungan teduh pohon-pohon pinus.

Setelah sholat jumat, apel pun segera diadakan kembali untuk melanjutkan acara. Diawali dengan menyorakkan iyel-iyel dari masing-masing regu, lalu makan siang berlanjut ke acara inti yaitu Widegame. Dari 7 regu, masing-masing disebar ke 6 permainan non-stop yang dimulai dengan game Menara Sandal dan Sepatu, yang paling tinggi pun melanjutkan ke permainan berikutnya yaitu Loncat Bersambung. Widegame selanjutnya terbilang sangat unik, dinamai Jembatan Suramadu, dengan kita menyambungkan kayu yang disangga dengan pipa dan berestafet sampai garish finish.
Bagi yang lolos maka melanjutkan ke babak berikut yaitu melepaskan Tali Kaki dan Tangan, yang saya rasa paling rumit diantara game yang lain. Permainan selanjutnya adalah yang sangat identik dengan outbond yang tidak lain adalah Flying Fox dan Jembatan Goyang, tidak semuanya berani mencoba karena ini membutuhkan adrenalin yang lumayan tinggi. Badan bermandikan keringat, namun semangat mereka seperti anak kecil yang tiada habisnya, menuju ke game yang terakhir yaitu Water to Water, game apakah ini? Ini adalah lomba mengisi ember dengan air yang disalurkan dari peserta ke peserta. Uniknya, cara menyerahkannya adalah dengan disungging diatas kepala menggunakan gelas plastik. Apa serunya? Adalah eksekusi berlaku bagi mereka yang kalah dengan mereka yang menang.
Matahari pun sudah beranjak ke peraduannya, hawa dingin hembusan angin gunung pun mulai menusuk ke pori-pori, para peserta segera menghilangkan lelah dengan mandi dan shalat Ashar berjamaah. Dingin, sejuk dan segarnya air Pacet disini adalah yang menjadi daya tarik tersendiri, alami dan natural dari mata air lereng gunung Arjuna. Langit mulai memudar merah, adzan berkumandang sayu terdengar dan shalat maghrib segera dilaksanakan berjamaah, sekali lagi di alam terbuka dilanjutkan dengan shalat Isya’. Setelah makan malam, acara seperti tiada habisnya, yaitu Api Unggun, Bakar Jagung Together dan Wisata Pemandian Air Panas Alam khas Pacet. Peserta menyebar, ada yang tinggal di buper menikmati malam dengan membakar jagung dan banyak pula yang ke pemandian air panas. Ternyata, walaupun sudah jam 9 malam, lokasi wisata disini masih sangat ramai, entah karena bertepatan dengan 1 Muharram yang identik dengan acara padusan namun kami tetap niatkan hanya sekedar berwisata. Rangkaian acara pada hari pertama berjalan sukses, dan kami pulang bersama ke buper untuk istirahat melepaskan capek berteman taburan bintang dan julangan pohon pinus yang tinggi.
Dini hari pukul empat, panitia membangunkan kami untuk shalat shubuh dan bersiap-siap untuk parade jalanan menuju Air Terjun Pacet pada pagi harinya. Sebelum parade jalanan, kami bersenam ria bersenam dan dipimpin oleh Mas Ali dengan gerakan tubuhnya yang lincah dan tidak bergenre, membuat setiap peserta semakin tertawa dan bersemangat. Dilanjutkan menuju ke air terjun, selama perjalanan kami bernyanyi dan berparade sehingga membuat penduduk sekitar pacet keheranan bercampur tawa, “inilah ciri khas kami!” kataku dalam hati. Sesampainya di air terjun pacet, selfie-an, grovie-an sampai foto bersama kami lakukan karena ini adalah momen yang tidak akan terlupakan. Bahkan ada yang nekat basah-basahan.


Pukul delapan, kembali menuju ke buper, lalu sarapan pagi sampai pukul sepuluh pagi. Acara selanjutnya adalah persiapan lomba menghidupkan petasan, dan inilah puncak acara di pacet. Permainan ini menggabungkan setiap dari 2 kelompok menjadi satu, dalam lintasan yang berbelok-belok satu orang dipilih untuk memegang lilin untuk menghidupkan petasan dengan dilindungi oleh beberapa temannya. Sedangkan diluar lintasan, sudah siap serdadu dari musuh dari berbagai kelompok untuk melempari dengan plastik yang diisi oleh air, sangat seru dan menantang karena pada akhirnya bukanlah hasil yang dinilai namun kerjasama kelompoklah yang menentukan menang tidaknya regu tersebut.
Setelah acara tersebut, truk dan bus sudah menunggu untuk menuju objek selanjutnya, yaitu Obech Rafting. Tempat objek khusus arung jeram ini sangat masih alami, sungainya bernama Sungai Kromo dan terkenal dengan jeramnya yang banyak dan tinggi. Berbahayakah? Tidak, karena disini sudah terdapat para instruktur profesional yang berpengalaman. Untuk menelusuri sepanjang sungai membutuhkan waktu sampai 2 jam dengan istirahat satu kali, dan rasa pegal dan capek baru terasa setelah rafting ini. Namun satu hal yang saya dapat, sangat puas!



           


Senang, dahaga, tertawa dan peluhan keringat diantara peserta pun bercampur jadi satu. Tidak hanya bersenang-senang, namun kami terdidik disini untuk memaknai setiap filosoi permainan dalam penerapan ke kehidupan sehari-hari. Acara yang dikoordinir oleh kakak-kakak yang memang juga alumni gontor ini berjalan lancar dan sukses tanpa ada hambatan yang berarti. Pengalaman adalah ajaran bagaimana kita hidup, namun diri sendirilah yang menjadi guru dalam kehidupan. Kegiatan dan inovasi bermanfaat yang dilaksanakan oleh Dewan Mahasiswa dan MAPALA  seperti ini semoga dapat diadakan rutin setiap tahunnya. Amin.


Salam dari penulis . .